Minggu, 19 Juli 2020

Volunteer Class Minna No Nihongo Lampung, Jadikan Belajar Bahasa Jepang Semakin Mudah.


Salah satu kegiatan kelas jepang Minna No Nihongo di Perum Bukit Kemiling Permai Blok S No 44/49 Bandar Lampung. 

Juli 2020 - Terbentuknya komunitas Minna No Nihongo ini berawal dari seorang dosen penerima beasiswa S3 mobugasho dari pemerintah Jepang bernama Bainah Sari Dewi yang saat ini adalah dosen aktif jurusan kehutanan fakultas pertanian Univeristas Lampung. Beliau mengatakan bahwa tujuan awal terbentuknya komunitas ini adalah agar generasi muda tidak mengalami kasus sepertinya waktu di Jepang. “Saya merasa kurang pintar dan bahasa Jepang baru level intermedate dimana hanya bisa digunakkan dalam percakapan sehari-hari saja tetapi ketika bicara mengenai keilmuan mengenai technical therm khususnya forestry itu susah”ujar dewi.  

Pada saat itu beliau berfikir, ketika pulang kembali ke Indonesia maka akan membuka kelas jepang untuk membagikan pengetahuannya secara gratis. Sekitar bulan september 2009, kelas Jepang untuk pertama kalinya diadakan yang awalnya hanya lingkup mahasiswa Kehutanan unila saja. Satu kelas sekitar 10 orang seiring berjalannya waktu kelas jepang ini mengalami peningkatan yang cukup signifikan maka kelas jepang dibuka kembali di kediaman Ibu Dewi yang diadakan 2 kali dalam seminggu setiap hari Selasa dan Kamis jam 16.00 wib sampai selesai. 

Desis Kurniyati selaku member di kelas Minna No Nihongo ini merasa senang dengan adanya kelas ini. “Memang yang namanya komunitas mewadahi dan memberikan sarana buat kita-kita yang memiliki hobi yang sama. Saya bermimpi ke Jepang dari SD dan cita-cita kesana sudah hampir terlupakan, Allah memberikan jalan dari temen dan dikenalkanlah kelas ini pada akhirnya dengan melewati berbagai macam proses yang ada, cita-cita saya ke Jepang akhirnya terwujud berkat kelas ini”ujar alumni AGT Unila ini. 

Komunitas ini juga disebut-sebut sebagai volunteer class karena orang-orang yang belajar di kelas ini benar-benar sukarela, dimana yang mengajar  sukarela tidak dibayar dan mereka juga tidak membayar. “Yang mengajarkan pun umumnya bukan guru bahasa jepang tetapi senior-senior yang sudah lebih dulu belajar, kelas ini juga tidak ada paksaan kalo dateng ya sudah kalau ga dateng ya gapapa. Kewajiban untuk datang ke kelas ini tidak ada, tetapi tulus dari diri sendiri untuk belajar bahasa jepang”ujar desis. 

Walaupun terbilang sukarela tetapi ada yang membedakan komunitas volunteer ini dengan komunitas jepang lainnya yaitu kelas ini memang concern tentang bahasa. “Jadi apa sih yang kita dapatkan dari kelas ini setelah lama-lama kumpul di suatu komunitas, salah satunya adalah dengan JLPT(Japanese Language Profiency Test) jadi kita dapet sertifikat tentang kebahaasaan/punya keahlian lain/punya bukti bahwa kita bisa belajar bahasa asing”ujar desis. Kemudian kelas ini memiliki akses beasiswa pertukaran pelajar selama setahun bernama STEP TUAT (Student Exchange Program Tokyo University of Agriculture). 

Selain 2 program ini, Ada juga aktivitas-aktivitas yang sifatnya kontemporer yaitu Bunka No Hi (Belajar Kebudayaan Jepang) seperti bagaimana menggunakkan yukata, bagaimana menulis menggunakkan kaligrafi jepang, nonton bareng film jepang, memasak masakan Jepang dan bukan hanya itu saja, kelas ini memberikan kesempatan untuk dapat berinteraksi langsung dengan Native Speaker dari Jepang.

Menurut Bainah Sari Dewi ada juga beberapa kelebihan-kelebihan lainnya yakni, setiap orang yang ada di kelas volunteer ini memiliki keunikan sendiri-sendiri dalam mengenal jepang seperti ada yang suka novel, manga, musik tetapi mereka tetap saling berkolaborasi dan pada akhirnya mereka sama-sama mendalami Jepang. 

“Ada juga volunter dari jepang bernama Hideo Sensei yaitu salah satu sensei yang ikut membesarkan minna no nihongo dan Hideo Sensei pun tidak dibayar juga volunter datang ke kelas kita untuk mengajar setiap seminggu 2 kali. Hideo Sensei kagum bahwa anak-anak di kelas Minna Nihon Go ini hebat, mereka punya wawasan tentang kejepangan besar melebihi orang jepang sendiri”ujar Dewi.  

Kemudian prestasi lainnya yaitu ada beberapa member memiliki kemampuan berbahasa jepang sudah di level 2. “Melihat ada prestasi disini yaitu level noryokushikennya sudah ada di level 2 sekitar 5 orang ini adalah sebuah prestasi dimana kelas ini hanyalah kelas volunteer”ujar dosen mata kuliah analisis keanekaragaman hayati ini.

"Harapannya bisa menjadi jembatan mereka untuk mencapai cita-cita mereka berangkat ke Jepang, gunakan kelas ini sebagai batu loncatan buat ilmu kejepangan terutama menguasai level-level bahasa jepang sehingga dengan bekal bahasa yang cukup maka ketika di Jepang tidak mengalami kesulitan dalam bahasa. Bahasa adalah kunci kesuksesan seseorang”ujar Dewi.

0 komentar:

Posting Komentar

 

Michellkey Blog Template by Ipietoon Cute Blog Design and Bukit Gambang